Senin, 18 Maret 2013

Perubahan Makna (akibat Asosiasi, Pertukaran Indra & Perbedaan Tanggapan)


7.1.4 Adanya Asosiasi
            Kata-kata yang digunakan di luar bidangnya, seperti dibicarakan di atas masih ada hubungan atau pertautan maknanya dengan makna yang digunakan pada bidang asalnya. Agak berbeda dengan perubahan makna yang terjadi sebagai akibat penggunaan dalam bidang yang lain, di sini makna baru yang muncul adalah berkaitan dengan hal atau peristiwa lain yang berkenaan dengan kata tersebut. Umpamanya kata amplop yang berasal dari bidang administrasi atau surat-menyurat, makna asalnya adalah ‘sampul surat’. Ke dalam amplop itu selain bisa dimasukkan surat tetapi bisa pula dimasukkan benda lain, misalnya uang. Oleh karena itu,  dalam kalimat Beri saja amplop maka urusan pasti beres kata amplop di situ bermakna ‘uang’ sebab amplop yang dimaksud bukan berisi surat atu tidak berisi apa-apa, melainkan uang sebagai sogokan.
            Asosiasi antara amplop dengan uang ini adalah berkenaan dengan wadah. Jadi, menyebut wadahnya yaitu amlop tetapi yang dimaksud adalah isinya, yaitu uang. Selain asosiasi yang berkenaan dengan wadah ada pula asosiasi yang berkenaan dengan waktu. Misalnya perayaan 17 Agustus maksudnya tentu ‘perayaan hari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia’ karena proklamasi tersebut terjadi pada tanggal 17 Agustus tersebut. Jadi disini, yang disebut waktunya tetapi yang dimaksud adalah peristiwanya.
            Ada pula perubahan makna akibat asosiasi yang berkenaan dengan tempat. Yang disebut nama tempat tetapi yang dimaksud adalah hal lain yang berkenaan dengan tempat itu. Umpamanya peristiwa Madiun, tentu yang dimaksud adalah peristiwa pemberontakan PKI pada thun 1948 di Madiun.




7.1.5 Pertukaran Tanggapan Indera
            Alat indera kita yang lima sebenarnya sudah mempunyai tugas –tugas tertentu untuk menangkap gejala-gejala yang terjadi di dunia ini. Umpamanya rasa pahit, getir, dan manis harus ditanggap oleh alat perasa lidah. Rasa panas, dingin dan sejuk ditanggap oleh alat perasa kulit.
            Namun, didalam penggunaan bahasa banyak terjadi kasus pertukaran tanggapan indera yang satu dengan indera yang lain. Rasa pedas, misalnya, yang seharusnya ditanggap dengan alat indera perasa pada lidah, tertukar menjadi ditanggap oleh alat indera pendengaran seperti kata-katanya cukup pedas. Atau kasar yang harus ditanggap oleh alat indera perasa kulit, ditanggap oleh alat indera penglihatan mata seperti dalam kalimat Tingkah Lakunya Kasar. Keadaan ini, pertukaran alat indera penanggap, biasa disebut dengan istilah sinestesia. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani sun artinya ‘sama’ dan aithetikas artinya ‘tampak’.
7.1.6 Perbedaan Tanggapan
            Setiap unsure leksikal atau kata sebenarnya secara sinkronis telah mempunyai makna leksikal yang tetap. Namun karena pandangan hidup dan ukuran dalam norma kehidupan di dalam masyarakat, maka banyak kata yang memiliki nilai rasa “rendah”, kurang menyenangkan. Disamping itu ada juga yang memiliki nilai rasa “tinggi” atau mengenakkan. Kata-kata yang niainya merosot menjadi rendah ini lazimdisebut peyoratif, sedangkan yang nilainya baik menjadi tinggi disebut amelioratif. Misalnya  kata bini dianggap sudah peyoratif, sedangkan kata istri dianggap amelioratif.
            Nilai rasa peyoratif dan amelioratif kemungkinan besar bersifat sinkronis. Secara diakronis ada kemungkinan bisa berubah. Perkembangan pandangan hidup biasanya sejalan dengan perkembangan budaya dan kemasyarakatan dapat memungkinkan terjadinya perubahan nilai rasa peyoratif atau amelioratif sebuah kata. Contoh, jamban dulu dianggap bersifat peyoratif, oleh karena it orang tidak mau menggunakannya dan menggantinya dengan kata kaku  atau WC. Tetapi kata jamban itu telah kehilangan sifat peyoratifnya karena pemerintah DKI secar resmi menggunakan lagi kata itu sebagai istilah baku seperti dalam frase jamban keluarga.

Chaer Abdul.2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta . Rineka Cipta.

1.Perubahan Makna Akibat Asosiasi
            Selametmuljana dalam Pateda (Semantik Leksikal 2001 : 178) mengatakan, “Yang dimaksud dengan asosiasi adalah hubungan antara makna asli, makna didalam lingkungan tempat tumbuh semula kata yang bersangkutan dengan makna yang baru ; yakni makna di dalam lingkungan tempat kata itu dipindahkan ke dalam pemakaina bahasa. Antara makna lama dan maknanya yang baru terdapat pertalian erat”.
            Makna leksikal kata asosiasi, yakni: (i) persatuan antara rekan usaha; persekutuan dagang; (ii) perkumpulan orang yang mempunyai kepentingan bersama; (iii) tautan dalam ingatan pada orang atau barang lain; pembentukan hubungan atau pertalian antara gagasan, ingatan, atau kegiatan pancaindra Depdikbud dalam  Pateda (Semantik Leksikal 2001 : 179). Makna kata asosiasi pada bagian ini lebih banyak berhubungan dengan makna (iii) di atas. Contoh, dalam BI terdapat kata amplop. Kalau kita mengurus sesuatu di kantor dan kemudian kawan kita “ Beri Ia amplop.” Maka asoaiasi kita bukan lagi amplop yang berfungsi sebagai sampul surat, tetapi amplop yang berisi uang; uang pelancar, uang pelican, uang sogok. Secara kasar, kawan kita berkata, “Berilah ia uang agar urusanmu segera selesai.”
            Makna asosiasi dapat dihubungkan dengan waktu atau peristiwa. Tanggal 17 Agustus adalah hari bersejarah bagi bangsa Indonesia. Namun, kadang-kadang kita berkata “Mari kita bertujuh belasan di Bandung.” Di sini yang di maksud bukan peristiwanya, tetapi bergembira , merayakan peristiwa tersebut.
            Makna asosiasi dapat dihubungkan pula dengan tempat atau lokasi. Kalau ada orang menyebut kata : Senayan, Monas, Banteng Grogol (semuanya ada di Jakarta), pasti orang mengetahui tempat-tempat itu. Selanjutnya dapat dihubungkan dengan warnamisalnya hijau, kuning, merah, putih. Misalnya  sebuah kapal yang berlayar mendekat pelabuhan dan di geladak kapal berkibar bendera kuning, maka petugas pelabuhan segera menyediakan ambulan dan dokter; karena bendera berwarna kuning mengasosiasikan kita dengan penyakit. Di sini terjadi perubahan makna, yakni bukan warna kuning, tetapi pesan yang ditandai oleh bendera warna kuning.
            Makna asosiasi dapat pula dihubungkan dengan bunyi, misalnya kalau kita mendengar bunyi sirine pada mobil ambulans, maka asosiasi berhubungan dengan; (i) ada orang kecelakaan yang sedang dilarikan kerumah sakit; (ii)ada orang sakit yang sedang dilarikan kerumah sakit; atau (iii) atau ada orang meninggal di rumah dibawa kerummah duka atau kuburan dengan menggunakan mobil ambulans. Kalau sirine itu datangnya dari mobil pemadam kebakaran, maka asosiasi kita langsung pada peristiwa kebakaran sedangkan kalau sirine itu bersal dari mobil polisi yang melaju di depan, maka asosiasi kita ada pembesar sedang lewat.
            Makna asosiasi boleh pula dihubungkan dengan lambing-lambang tertentu. Misalnya jika kita sedang mengudara dan dibawah terlihat palang (+) hijau diatas warna putih, asosiasi kita berhubungan dengan rumah sakit.

2. Perubahan Makna Akibat Tanggapan Indra
            Telah diketahui bahwa indra manusia meliputi indra penciuman, indra pendengaran, indra penglihatan, indra peraba dan indra perasa. Masing-masing indra menimbulkan kelompok kata yang dapat dimanfaatkan oleh pemakai bahasa. Indra penciuman menghasilkan kelompok kata busuk, harum; indra pendengaran menghasilkan kata keras, lembut, merdu; indra penglihatan menimbulkan kata gelap, jelas, kabur, terang; indra peraba menimbulkan kata halus, kasar; sedangkan indra perasa menghasilkan kata benci, jengkel, iba, kasihan, rindu, sedih.
            Akibat pertukaran indra, disebut sinestesi (kata Yunani ; sun =sama dan aesthetikos = tampak). Pertukaran indra dimaksud, misalnya indra pendengaran dengan indra penglihatan, indra perasa ke indra penglihatan. Misalnya, kata terang, seperti telah dikatakan di atas berhubung dengan indra penglihatan, tetapi kalau orang berkata “suaranya terang”  maka hal itu berhubungan dengan pendengaran. Makna kata terang yakni ada matahari atau cukup cahaya, berubah menjadi jelas.
            Dalam BI terdapat kata manis. Kata ini berhubungan dengan indra perasa. Tetapi kalau orang berkata “Rupanya manis sekali” maka kata manis pada kalimat tersebut tidak berhubungan dengan indra perasa lagi, tetapi sudah dihubungkan dengan indra penglihatan. Maknanya tidak berhubungan dengan nilai rasa , tetapi cantik, menarik, komposisi baju yang cocok.
            Selanjutnya kata manis, pedas, pahit, selalu dihubungkan dengan indra perasa, tetapi kalau orang berkata “kata yang manis enak didengar” atau “kata2nya sangat pedas kami rasakan” maka kata manis, pahit, pdas tidak beleh dhubungkan dengan makna yang berhubungan dengan indra perasa tetapi makna yg berhubungan dengan indra pendengaran.


Pateda Mansur. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta. Rineka Cipta.


1.Perubahan Makna akibat Asosiasi
            Yang dimaksud dengan adanya asosiasi adalah adanya hubungan antara sebuah bentuk ujaran dengan sesuatu bentuk yang lain yang berkenaan dengan bentuk ujaran itu, sehingga dengan demikian bila disebut ujaran itu maka yang dimaksud adalah sesuatu yang berkenaan dengan ujaran itu. Umpamanya, kata amplop. Makna amplop sebenarnya adalah ‘sampul surat’. Tetapi dalam kalimat atau contoh dibawah ini, amplop bermakna ‘uang sogok’.
·         Supaya urusan cepat beres, beri saja amplop.
Kata amplop yang sebenarnya harus berisi surat, tetapi dalam kalimat itu berisi uang sogok. Jadi, dalam kalimat itu kata amplop berasosiasi dengan uang sogok. Asosiasi juga dapat berupa hubungan dengan wadah atau tempat isinya, seperti amplop dengan uang sogok diatas, selain itu asosiasi dapat juga berupa hubungan waktu dengan kejadian, seperti dalam kalimat berikut :
·         Memeriahkan perayaan 17 Agustus → asosiasi waktu dan kejadian
·         Diterima Presiden di Bina Graha     → asosiasi tempat

2.Asosiasi akibat Pertukaran Tanggapan Indra
            Alat indra kita yang lima, mempunyai bfungsi masing-masing untuk menangkap gejala-gejala yang terjadi di dunia ini. Misalnya, rasa getir, panas, dan asin ditangkapdengan alat indra perasa yaitu lidah; gejala yang berkenaan dengan bunyi ditangkap oleh alat indra pendengaran kta yaitu telinga; dan gejala terang, gelap ditangkapa alat indra penglihatan yaitu mata. Namun dalam perkembangan pemakaian bahasa banyak terjadi pertukaran pemakaian alat indra untuk menangkap gejala yang terjadi di sekitar manusia. Misalnya, rasa seperti dalam ujaran :
·         Kata-katanya sangat pedas dan →kata pedas yang seharusnya ditanggap oleh alat indra perasa (lidah) menjadi ditanggap oleh alat indra pendengaran (telinga).
·         Bentuknya sangat manis → kata manis yang seharusnya ditanggap oleh alat indra perasa (lidah) menjadi ditanggap oleh alat indra penglihatan (mata)
Perubahan tanggapan indra ini disebut dengan istilah sinestesia.

Abdul Chaer. 2007. Linguistik Umum.  Jakarta. Rineka Cipta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar